Promosi dan Iklan Gratis Balikpapan

Minggu, 02 Agustus 2015

Hati-Hati dengan Panggilan kita kepada Pasangan WAJIB BACA!!

PANGGILAN ABANG, ADIK, UMI, ABI KEPADA PASANGAN (SUAMI/ISTRI) ADALAH ZIHAR!!!
DI zaman sekarang, banyak pasangan yang dengan sengaja memanggil istri/suaminya dengan panggilan-panggilan "kekerabatan" yang sering diasumsikan sebagai panggilan kesayangan. seperti istri yang memanggil suaminya dengan panggilan ABANG, KAKAK, PAPI, ABI, Dll, begitu juga sebaliknya, suami memanggil istrinya dengan sebutan ADIK, MAMI, UMI, Dll. Untuk menambah kemesraan dan panggilan kesayangan bagi pasangan mereka ini sudah lumrah terjadi bagi siapa saja. Akan tetapi, tahukah anda, jika tanpa diketahui, dan disadari, panggilan-panggilan tersebut ternyata mengandung konsekwensi hukum dalam Islam. panggilan tersebut bagian dari penyerupaan mahram dalam Islam, dan membuat yang dipanggil atau yang memanggil terkena konskwensi hukum layaknya hubungan mahram (haram untuk dinikahi). dalam Islam, dikenal dengan istilah ZIHAR.
APA YANG DIMAKSUD DENGAN ZIHAR?
Secara bahasa Zhihar adalah pecahan dari Zhahrun (punggung). Sedangkan menurut Istilah Zhihar adalah ungkapan suami yang menyerupakan istri dengan punggung ibunya. Seperti ungkapan “Anti kazhahri ummi-Engkau bagiku laksana punggung ibuku”.
HUKUM ZIHAR.
Hukum Zhihar berdasarkan kesepakatan para ulama adalah haram. Ini dilandaskan kepada Firman Allah “Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun”.(QS. Al-Mujadalah: 3). Dalam ayat ini ada frasa kalimat “Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta” adalah indikasi (Qarinah) akan keharaman Zhihar.
Ibnu Katsir menuturkan ayat diatas turun berdasarkan peristiwa yang menimpa Khuwailah Binti Tsa’labah. Dia berkata, demi Allah, karena peristiwa saya dan suami saya Aus bin Shamit. Allah menurunkan surat Al-Almujadalah. Khuwailah melanjutkan ceritanya. “Pada suatu hari, saya berada disisisuamiku, sedang dia adalah orang yang sudah tua renta. Perangainya menjadi jelek dan suka membentak-bentak saya. Pada suatu saat dia masuk ketempat saya untuk memberikan sesuatu kepada saya. Lalu dia marah-marah seraya berkata “Engkau bagiku laksana punggu Ibuku”. Kemudian dia keluar, lalu duduk-duduk di kebun kurma beberapa lama. Kemudian dia masuk lagi kepada saya, maka tiba-tiba dia sangat menginginkan saya (untuk bersetubuh). Saya berkata kepadanya “jangan kau dekati saya. Demi Allah yang jiwa saya berada ditanganNya, jangan sekali-kali kamu menyentuh saya. Karena kamu telah mengucapkan kata-kata itu (zhihar). Lalu Allah memutuskan perselisihan keduanya”(HR. Imam Ahmad dan Abu Dawud).
UNGKAPAN-UNGKAPAN ATAU PANGGILAN YANG TERMASUK ZIHAR.
Sudah lazim diketahui bahwa zhihar adalah penyerupaan Istri dengan ibu. Dalam ayat dan hadist zhihar di identikkan dengan punggung, maka maksud dari ungkapan tersebut adalah seluruh hal yang bisa menyerupai ibu. Karena kalimat Zhihar (punggung) adalah ungkapan sebagaian yang dimaksudkan untuk seluruhnya.
Maka, menyamakan Istri dengan tangan, rambut, betis dan anggota tubuh lain dari ibu merupakan bentuk zhihar. Ini adalah pendapat mayoritas ulama Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan Hambaliyah. Dari sini bisa diambil kesimpulan bahwa memanggil istri dengan panggilan ibu, umi, mami, mamah, dan semisalnya adalah haram karena sudah masuk dalam kategori zhihar. Hal ini bisa di fahami dalam sebuah hadits bahwa ada seorang suami yang memanggil isterinya “Wahai ukhti!”. Mendengar hal tersebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya, “Apakah dia memang saudarimu?!”. Nabi membenci hal tersebut dan melarangnya. (HR Abu Daud no 2210 dan 2211).
Ulama’ berbeda pendapat ketika menyamakan Istri dengan mahram-mahram lain selain dari ibu. Seperti kepada kaka perempuan, adik perempuan, bibi, atau saudara perempuan sepersusuan.
Imam Maliki, Syafi’ie dan Abu Hanifah berpendapat; bahwa penyerupaan istri dengan mahram selain dari ibu itu menjadi zhihar sekalipun penyerupaannya dengan mahram dari sepersusuan. Imam Ahmad menegaskan “sesungguhnya penyerupaan istri dengan mahram selain dari ibu adalah zhihar”.
Pengharaman penyerupaan kepada mahram selain dari ibu, berdasarkan qiyas dimana yang menjadi ‘Illatnya adalah pengharaman yang abadi , dan pengharaman yang abadi ini hanya ada pada mahram.
Penjelasan ini masih menyisakan satu pertanyaan, bagaimana bila suami yang memanggil istrinya dengan sebutan ibu, mamah, Ummi, dan sebagainya. tidak diniatkan untuk zhihar?? jawaban dalam masalah ini adalah. bahwa ungkapan zhihar sama dengan ungkapan pada akad-akad muamalah yang lain; sepeti jual jual beli, nikah, cerai, dan sebagainya. disini yang dilihat bukan niatnya tetapi apa yang diucapkan. sehingga walau tidak diniatkan zhihar tetapi ucapannya adalah ucapan zhihar, maka hal tersebut jatuh kedalam zhihar.
Suami yang telah menzhihar istrinya haram, haram menyetubuhi istrinya sebelum dia membayar kifarat (Denda). Hal ini berdasarlam ayat”Dan orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan maka (wajib atasnya) memerdekakan orang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur” (Al-Mujadalah: 3). Juga hadist Nabi Saw dari Ibnu Abbas “Sesungguhnya seorang menzhihar istrinya, kemudian dia mencampurinya, kemudian dia datang menghadap Rasulullah SAW seraya berkata “Sesungguhnya saya sudah mencampuri Istri saya sebelum saya kifarat. Rasulullah SAW bersabda “janganlah kamu dekati dia (menyetubuhi istrinya). Sehingga melaksanakan apa yang telah Allah perintahkan”.(HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Annasa’ie dan Ibnu Majah).
KIFARAT (DENDA) BAGI SUAMI YANG MEN-ZIHAR ISTRINYA. 
Suami yang menzhihar Istrinya, maka dia wajib menbayar kifarat (Denda) sebelum dia bercampur dengan Istrinya. Sebagaiman yang termaktub dalam surat Al-Mujadalah. Allah SWT Berfirman “Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih” (QS. Al-Mujadalah: 3-4).
Dan juga hadist Nabi SAW “Dari Salamah bin Shakhr al-Bayadhl bercerita, Dahulu aku adalah laki-laki yang mempunyai hasrat besar kepada wanita tidak seperti kebanyakan orang. Ketika tiba bulan Ramadhan, aku pernah menzhihar isteriku hingga bulan Ramadhan berakhir. Pada suatu malam tatkala ia berbincang-bindang denganku, tiba-tiba tersingkaplah kepadaku kain yang menutupi sebagian dari anggota tubuhnya maka akupun melompatinya lalu kucampuri ia. Dan pada pagi harinya aku pergi menemui kaumku lalu aku memberitahukan mengenai diriku kepada mereka. Aku berkata kepada mereka, ”Tanyakanlah kepada Rasulullah saw. mengenai persoalan ini. Maka jawab mereka, ’kami tidak mau. Kami khawatir jangan-jangan ada wahyu yang turun mengenai kita atau Rasulullah saw bersabda tentang sesuatu mengenai diri kita sehingga tercela selamanya. Tetapi nanti akan kamu serahkan sepenuhnya kepadamu persoalan ini. Pergilah dan sebutkanlah urusanmu itu kepada Rasulullah saw. ”Maka akupun langsung berangkat menghadap Nabi saw. kemudian aku utarakan hal tersebut kepada Beliau. Maka Beliau saw bertanya ”Apakah benar kamu melakukan hal itu?” Saya jawab ”Ya, dan inilah supaya Rasulullah aku akan sabar dan tabah menghadapi putusan Allah atas diriku,” Sabda Beliau ”Merdekakanlah seorang budak.” Saya jawab, ”Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan membawa yang haq, aku tidak pernah memiliki (seorang budak) kecuali diriku ini.” Sabda Beliau, ”Kalau begitu puasalah dua bulan berturut-turut.” Saya jawab, ”Ya Rasulullah, bukankah cobaan yang telah menimpaku ini terjadi ketika aku sedang berpuasa”, Sabda Beliau, ”Kalau begitu bershadaqahlah, atau berilah makan kepada enam puluh orang miskin.” Saya jawab, ”Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan membawa yang Haq sesungguhnya kami telah menginap semalam (tatkala terjadi perselisihan itu sedang kami akan makan malam. ’Maka sabda Beliau ”Pergilah kamu kepada siapa saja yang akan bershadaqah dari Bani Zuraiq. Kemudian katakanlah kepada mereka supaya memberikannya kepadamu. Lalu (dari shadaqah itu) berilah makan enam puluh orang miskin, dan selebihnya gunakanlah (untuk dirimu dan keluargamu).”(Shahih: Shahih Ibnu Majah no:1677, Ibnu Majah I : 665 no:2062 dan ’Aunul Ma’bud VI:298 no:2198, Tirmidzi II:335 no:1215.
Alangkah lebih romantis nya jika panggilan-panggilan yang kita sematkan pada pasangan diganti atau dirubah dengan panggilan-panggilan yang tidak ada hubungannya dengan panggilan-panggilan mahram, dan diganti dengan panggilan lain yang lebih romantis seperti panggilan rasul kepada istri-istrinya, seperti humairah (gadis yang merona), dlll. atau panggilan-panggilan lain seperti bebeb, honey, sayang, dll.
wallahu ta'ala a'laa..
Semoga bermanfaat dan membawa kebaikan bagi kita.

Previous
Next Post »