JAKARTA - Hubungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan PDI Perjuangan akhir-akhir ini dikabarkan memburuk. Terlebih, ada beberapa keputusan Presiden Jokowi yang berseberangan dengan partai yang membesarkannya itu.
Menurut pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Muradi, memburuknya hubungan itu tak terlepas dari persoalan komunikasi. Sebab, selama ini justru PDIP seolah-olah menjadi oposisi bagi Jokowi. “Di sisi lain, Jokowi juga terlihat enggan mengkoordinasikan kebijakan yang dibuatnya dengan partainya,” kata Muradi dalam keterangannya ke media, Senin (6/4).
Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) itu lantas membeber sejumlah persoalan yang mengganggu hubungan PDIP dengan Jokowi. Yang pertama adalah penunjukan Jaksa Agung dari kader Partai NasDem. “PDI Perjuangan merasa bahwa Jokowi lebih mengakomodir keinginan partai lain daripada kader partainya sendiri,” ulas Muradi.
Persoalan kedua adalah keputusan Jokowi menunjuk Luhut Binsar Panjaitan sebagai kepala staf kepresidenan yang tanpa dikonsultasikan dengan Megawai maupn PDIP. Yang ketiga adalah langkah Jokowi membatalkan keputusannya mengajukan nama Komjen Budi Gunawan sebagai calon Kapolri yang mengungdang reaksi keras PDIP.
Muradi menilai sikap keras PDIP untuk merespon keputusan Jokowi menarik pencalonan Komjen Budi itu memang bisa dimaklumi. Terlebih, BG -inisial untuk Budi Gunawan- sudah memenangi gugatan praperadilan sehingga keputusan KPK menjerat mantan ajudan Presiden Megawati itu sebagai tersangka korupsi sudah batal.
Persoalan keempat yang memperburuk hubungan PDIP dengan Jokowi adalah kebijakan pemerintah yang akhir-akhir ini tidak pro-rakyat. Menurut Muradi, kebijakan Jokowi dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) justru jauh dari cita-cita Trisakti dan Nawacita. “Warna kerakyatannya dikalahkan oleh pendekatan pro-pasar dan bernuansa neolib,” sambung Muradi.
Karenanya, Muradi menyarankan agar PDIP dalam kongres di Bali yang digelar pekan ini menegaskan pola hubungan dengan Jokowi. Tujuannya, agar cita-cita PDIP mesejahterakan rakyat bisa diakomodir dalam kebijakan-kebijakan Jokowi.
“Karena Jokowi adalah kader dan petugas partai, maka perlu komunikasi yang baik dalam setiap kebijakan yang akan dibuat agar seirama dengan platform PDIP. Jika seirama, Jokowi tentu akan mendapat back up politik penuh dari PDI Perjuangan maupun mitra koalisinya di KIH (Koalisi Indonesia Hebat, red),” cetus Muradi.
Selain itu Muradi juga menyarankan Jokowi agar selalu mengkomunikasikan terlebih dulu kebijakan yang akan digulirkan dengan PDIP dan mitra koalisinya di KIH. Yang tak kalah penting, kata Muradi, semestinya Jokowi tidak hanya mencari masukan dari relawan pendukungnya tetapi juga dari partai pengusungnya. “Ini juga bagian bahwa Jokowi tidak anti-partai,” pungkas Muradi.(ara/jpnn)