Warga Desa Pante Ara, Kecamatan Beutong Ateuh, Kabupaten Nagan Raya, Aceh, menemukan 20 ton batu giok super di hutan lindung sekitar tempat tinggal mereka, Selasa (10/2/2015) lalu. Penemuan batu mulia itu tidak memicu keributan antar-warga seperti yang dikabarkan di sejumlah media.
“Tidak benar kalau ada kabar antar-warga terjadi keributan hingga kejar-kejaran pakai senjata tajam (parang). Warga hanya melarang untuk tidak mengambil batu itu sementara waktu karena sedang ada penertiban dari pemerintah setempat," kata Ipda Banta Amad, Kapolsek Betuong, kepada Kompas.com, Senin (16/2/2015). [Baca juga: Batu Alam 20 Ton Timbulkan Konflik]
Menurut Banta Amad, 20 ton batu giok yang kini telah dipasang garis polisi itu awalnya ditemukan oleh seorang pemuda yatim warga desa setempat. Namun, penemuan batu giok super itu bersamaan dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Kabupaten Nagan Raya yang melarang warga untuk mencari batu di kawasan hutan lindung sejak bulan lalu.
“Jadi karena takut melanggar, pemuda itu tidak berani ambil batu yang ditemukannya. Namun, pada saat malam hari, ada sejumlah orang yang mengambil batu secara diam-diam sehingga aksi mereka tercium oleh warga desa tetangga (Desa Meunasah Teungoh) sehingga mereka langsung beramai-ramai masuk ke lokasi batu sekitar pukul 24.00 WIB,” ujarnya.
Kedatangan puluhan warga Desa Meunasah teungoh ke lokasi penemuan batu itu bertujuan untuk mencegah agar untuk sementara batu giok itu jangan dipotong dahulu sebelum terbitnya peraturan resmi dari pemerintah setempat terkait batu alam di kawasan hutan lindung Kabupaten Nagan Raya.
“Memang sebagian warga yang datang ke lokasi malam itu bawa parang. Karena masuk ke hutan tengah malam, ya jadi biasa bagi mereka membawa parang," jelas Banta.
Sampai ke lokasi batu giok, sejumlah orang yang sedang mengambil batu mendengar kedatangan orang. Mereka pun menghentikan aktivitasnya.
"Kemudian mereka malam itu bubar, tidak ada keributan," jelasnya.
Berdasarkan penelusuran Kompas.com, lokasi penemuan batu giok berukuran raksasa itu berjarak sekitar 10 kilometer dari permukiman warga. Untuk mencapai ke lokasi harus berjalan kaki mengikuti aliran sungai dan tebing sekitar dua jam perjalanan.
Kini tak hanya anggota kepolisian bersenjata lengkap bersama TNI yang menjaga batu tersebut, sebagian warga Desa Pante Ara pun ikut membantu petugas menjaga lokasi batu karena dikhawatirkan ada pihak yang mengincarnya. (*)
--TribunNews.com--